Jumat, 21 Mei 2021

Catatan : Penjajahan Israel di Palestina

Puisi Karya: Nizar Qabbani
Penerjemah: Taufiq Ismail
wartamantra.com, 19 Mei 2021
 
Sobat:
Kusesalkan bahasa kuno kita, buku-buku tua
Pidato kita yang seperti sepatu menganga
Kata-kata kumuh, fitnah dan cerca
Kusesalkan
Terkuburnya kecendikiaan, hingga saat kekalahan
 
Puisi, pahit di tenggorokan
Cadar, pahit mata memandang
Duh negeriku yang pilu
Cepat nian engkau mengubahku
Dari penulis bait-bait asmara
Jadi penyair yang menulis tetesan luka
 
Aku malu menyimak puisi
Sendiri. Rasa telah mencekik kata
 
Tak heran. Kita kalah perang*)
Karena kita membukanya dengan pidato
Gaya Laut Tengah
Yang terlampau gagah
Karena kita memulainya dengan logika
Tambur dan kecapi
 
Tragedi kita bukan rahasia
Bakat kita bersorak, bukan bertindak
Pedang orang ternyata lebih perkasa dari kata kita
 
Kita kenakan wajah penuh adab
terpasang
Tragedi telah mencapai ini:
Kita simpan watak penuh debu
 
Suling dan kecapi
Tidak menjamin kemenangan
Pidato-pidato lantang
Membuat 50.000 kemah
 
Tidak satu bisa dipersalahkan
Apalagi Tuhan
Dia beri kemenangan pada siapa Dia mau
Dia bukan tukang besi penempa senjatamu
Ngilu daku mendengar warta berita pagi hari
Menyimak gonggong kawanan anjing
Orang Israel bukan merampas perbatasan
Mereka tusuk titik lemah kita
5000 tahun kita hidup dalam kolong
Kita brewok, uang kita tak dikenal
Mata kita dikepung belatung
 
Sobat:
Dobrak pintu, bersihkan pikiran, cuci pakaian
Sobat:
Baca buku, tulis buku
Tanam surat, delima dan anggur
Pergi berlayar ke tanah salju dan kabut
Karena kau tak dikenal tanpa kolongmu kelam
Engkau memang sebangsa serigala
 
Kita batu, perasaan tiada
Sukma kita mandul dan papa
Kita hidup antara main catur dan tidur
Adakah kita manusia pilihan?
 
Minyak kita yang menggenangi padang pasir
Mestinya bisa jadi tombak menyala
Tapi, betapa malu para bangsawan Quraisy
Nizar dan Awsa
Semuanya, sudah terlanjur tumpah
Kita berlarian di jalan raya, mengepit tali
Memanjat tanpa pertimbangan
Memecah kaca dan gembok pintu
Menyanjung-nyanjung cara kodok
Bercarut-marut cara kodok
Si cebol kita jadikan jagoan
Si luhur kita jadikan bajingan
Ya. Kita tidur-tiduran di masjid
Mengarangkan syair, mengulang pepatah
Mengemis kemenangan kepada Tuhan
 
Jika saja tanpa takut aku bisa menghadap Tuhan
Kukatakan pada-Nya: Paduka
Anjing paduka mengoyak stelan jasku
Spion anda mencintai daku
Dengan mata, hidung dan kaki mereka
Mencucukkan teror sebelit tubuhku
Mereka menginterogasi istriku
Dan mencatat nama sahabat-sahabatku
Paduka: aku panjat dinding angker paduka
Untuk melaporkan nyeri dan duka
Tapi kaki tangan anda menghantamkan sepatu mereka
Dan memaksaku menguyah sandalku
Paduka, tuanku:
Dua kali kamu kalah perang
Karena seperdua rakyat ditindas pikirannya
Dan diamankan dalam perangkap tikus
Bagaimana mungkin, rakyat dibungkam terus?
 
Bilamana longgar dari teror orang sekitarnya
Dan aku bisa menghadap sultan
Aku akan bilang begini: Paduka
Dua kali anda kalah
perang
Karena paduka lecehkan hak-hak rakyatmu
 
Persatuan dikubur dalam pasir
Kalau saja tidak kita sendiri mengoyaknya
Kita tidak begini jadi
Umpan mangsa serigala
 
Kita perlu keturunan baru
Yang melesat ke cakrawala
Menukik ke dalam akar sejarah
Menghunjam
dalam
pemikiran
Generasi dengan ciri baru
Tidak malu mengaku keliru
Tidak suka pura-pura
Kukuh. Luhur
 
Anak-anak (dari Samudera hingga Teluk)
Kalian tempat menopang harapan
Yang akan mematah belenggu
Menghancur candu
Menggebrak kemacetan
Anak-anak, kalian lugu
Tanpa bintik seperti embun atau salju
Jangan baca sejarah generasi ini
Karena kami orang kalah
Kami cuma kulit semangka
Tanpa arti. Membusuk
Seperti sepatu tua
Jangan baca berita kami
Jangan lacak jejak kami
Jangan terima pikiran kami
Kami generasi sakit, boros, suka menipu
Generasi pemain akrobat
Wahai anak-anak
Kalian gerimis musim semi
Kelopak yang pelahan membuka
Benih subur dalam hidup kami yang mandul
Kalian, yang akan
Menaklukkan kekalahan.
 
***
 
*) Maksudnya perang enam hari.

Nizar Tawfiq Qabbani, lahir di ibukota Suriah Damaskus 21 Maret 1923, dari keluarga pedagang kelas menengah. Nizar dibesarkan di Mi’thnah Al-Shahm, salah satu tetangga Damaskus lama. Menempuh pendidikan di Scientific College School nasional di Damaskus, antara tahun 1930 dan 1941. Sekolah tersebut dimiliki dan dijalankan teman ayahnya, Ahmad Munif al-Aidi. Nizar mempelajari hukum di Universitas Damaskus, yang disebut Universitas Suriah sampai 1958, lulus dengan gelar sarjana pada bidang hukum tahun 1945. Ketika masih pelajar, menulis kumpulan puisi berjudul The Brunette Told Me. Sumber puisi di atas diambil dari: Kembang Para Syuhada. http://sastra-indonesia.com/2021/05/catatan-penjajahan-israel-di-palestina/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aang Fatihul Islam Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Adam Roberts Adelbert von Chamisso Adreas Anggit W. Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus R. Sarjono Ahmad Farid Yahya Ahmad Yulden Erwin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Albert Camus Albrecht Goes Alexander Pushkin Alit S. Rini Amien Kamil Amy Lowell Andra Nur Oktaviani André Chénier Andy Warhol Angela Angela Dewi Angrok Anindita S. Thayf Anton Bruckner Anton Kurnia Anwar Holid Arif Saifudin Yudistira Arthur Rimbaud Arti Bumi Intaran AS Laksana Asep Sambodja Awalludin GD Mualif Axel Grube Bambang Kariyawan Ys Basoeki Abdullah Beethoven Ben Okri Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Berto Tukan BI Purwantari Birgit Lattenkamp Blaise Cendrars Book Cover Brunel University London Budi Darma Buku Kritik Sastra C.C. Berg Candra Kurnia Cecep Syamsul Hari Chairil Anwar Chamim Kohari Charles Baudelaire Claude Debussy Cristina Lambert D. Zawawi Imron Damhuri Muhammad Dana Gioia Daniel Paranamesa Dante Alighieri Dante Gabriel Rossetti (1828-1882) Dareen Tatour Darju Prasetya Darwin Dea Anugrah Denny Mizhar Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Dwi Cipta Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Edgar Allan Poe Eka Budianta Eka Kurniawan Emha Ainun Nadjib Emily Dickinson Enda Menzies Endorsement Ernest Hemingway Erwin Setia Essay Evan Ys Fahmi Faqih Fatah Anshori Fazabinal Alim Feby Indirani François Villon François-Marie Arouet (Voltaire) Frankfurt Book Fair 2015 Franz Kafka Franz Schubert Franz Wisner Frederick Delius Friedrich Nietzsche Friedrich Schiller Fritz Senn FX Rudy Gunawan G. J. Resink Gabriel García Márquez Gabriela Mistral Gerson Poyk Goenawan Mohamad Goethe Hamid Dabashi Hardi Hamzah Hasan Junus Hazrat Inayat Khan Henri de Régnier Henry Lawson Hera Khaerani Hermann Hesse Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ignas Kleden Igor Stravinsky Imam Nawawi Indra Tjahyadi Inspiring Writer Interview Iskandar Noe Jakob Sumardjo Jalaluddin Rumi James Joyce Jean-Paul Sartre Jiero Cafe Johann Sebastian Bach Johannes Brahms John H. McGlynn John Keats José de Espronceda Jostein Gaarder Kamran Dikarma Katrin Bandel Khalil Gibran (1883-1931) Koesoema Affandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Koskow Kulya in the Niche of Philosophjy Laksmi Pamuntjak Laksmi Shitaresmi Lathifa Akmaliyah Laurencius Simanjuntak Leila S Chudori Leo Tolstoy Lontar Foundation Lorca Lord Byron Ludwig Tieck Luís Vaz de Camões Lutfi Mardiansyah Luthfi Assyaukanie M. Yoesoef M.S. Arifin Mahmoud Darwish Mahmud Ali Jauhari Mahmudi Maman S. Mahayana Marco Polo Martin Aleida Mathori A Elwa Max Dauthendey Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Michael Kumpfmüller Michelangelo Milan Djordjevic Minamoto Yorimasa Modest Petrovich Mussorgsky Mozart Mpu Gandring Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulla Shadra Nenden Lilis A Nikmah Sarjono Nikolai Andreyevich Rimsky-Korsakov Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Notes Novel Pekik Nunung Deni Puspitasari Nurel Javissyarqi Octavio Paz Orasi Budaya Orhan Pamuk Pablo Neruda Panos Ioannides Patricia Pawestri Paul Valéry Paul van Ostaijen PDS H.B. Jassin Penerbit SastraSewu Percy Bysshe Shelley Pierre de Ronsard Poems Poetry Pramoedya Ananta Toer Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Setia Pyotr Ilyich Tchaikovsky R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873) Rabindranath Tagore Radhar Panca Dahana Rainer Maria Rilke Rakai Lukman Rama Dira J Rambuana Read Ravel Rengga AP Resensi reviewer RF. Dhonna Richard Strauss Richard Wagner Ridha al Qadri Robert Desnos Robert Marcuse Ronny Agustinus Rosalía de Castro Ruth Martin S. Gunawan Sabine Müller Samsul Anam Santa Teresa Sapardi Djoko Damono Sara Teasdale Sasti Gotama Saut Situmorang Schreibinsel Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Short Story Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Solo Exhibition Rengga AP Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Stefan Zweig Stefanus P. Elu Subagio Sastrowardoyo Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri T.S. Eliot Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Thales The World Readers Award Tito Sianipar Tiya Hapitiawati To Take Delight Toeti Heraty Tunggul Ametung Ulysses Umar Junus Unknown Poet From Yugoslavia Usman Arrumy Utami Widowati Vladimir Nabokov W.S. Rendra Walter Savage Landor (1775-1864) Watercolour Paint Wawan Eko Yulianto Wawan Pinhole Welly Kuswanto Wildani Hefni William Blake William Butler Yeats Wizna Hidayati Umam World Letters X.J. Kennedy Yasraf Amir Piliang Yasunari Kawabata Yogas Ardiansyah Yona Primadesi Yuja Wang Yukio Mishima Z. Afif Zadie Smith Zeynita Gibbons