majalah.hidupkatolik.com
21 Apr 2017
Para penulis Katolik
menghimpun diri dalam sebuah komunitas. Melalui goresan pena, mereka siap
menjadi gelombang yang mengantar biduk ke pulau pelayanan literasi kasih.
Lantunan suara saksofon
persembahan Romo Aloysius Budi Purnomo menemani peserta kopi darat Komunitas
Penulis Katolik Deo Gratias (KPKDG) di kompleks Gua Maria Kerep Ambarawa, Jawa
Tengah, medio Agustus tahun lalu. Malam itu, para penulis Katolik meringkuk dalam
dekapan hawa sejuk Ambarawa sembari ditemani teh hangat. Sajian sederhana itu
menjadi salah satu bagian dari temu para penulis Katolik.
Puluhan orang dari
berbagai daerah berkumpul di situ. Para penulis ini datang membawa tulisan
mereka masing-masing. Di situ mereka berdiskusi dan berbagi ilmu seputar dunia
literasi. Sastrawan ternama Indonesia Pramoedya Ananta Toer pernah menulis,
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan
hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk
keabadian.” Para penulis Katolik, entah dalam takaran paling kecil sekalipun,
sedang mendedahkan sebuah titik kecil dalam masyarakat dan sejarah Indonesia.
Dari Facebook
Komunitas dengan spirit
Katolik ini lahir dari kegelisahan Liberatus Tengsoe Tjahjono, penulis asal
Malang, Jawa Timur. Suatu ketika, terbersit dalam bayangannya, jika penulis
Katolik bisa berkumpul dalam satu komunitas pasti bisa memberi pengaruh besar
dalam dunia literasi Indonesia. “Saya membayangkan gelombang samudera yang
mengantarkan biduk ke pulau-pulau pelayanan kasih, penuh tenaga, dan semangat.
Penulis Katolik harus bisa seperti itu. Itulah mimpi saya kala itu,” ujar
Tengsoe.
Impian ini ia utarakan
kepada Agnes Bemoe yang sudah malang-melintang di dunia tulis-menulis,
khususnya penulisan cerita anak. Tengsoe curhat pentingnya membuat sebuah
komunitas penulis Katolik dengan memanfaatkan media sosial yang digandrungi
masyarakat, Facebook.
Agnes menangkap ide itu.
Pada 10 Oktober 2014, Agnes membuat sebuah grup di Facebook dengan nama
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias. Nama Deo Gratias diambil dari ungkapan
bahasa Latin yang berarti “Syukur kepada Allah”. Melalui nama ini, para anggota
diajak mensyukuri anugerah yang Allah berikan. Pasca dibuat, sambutan para
penulis Katolik dimulai. Para penulis Katolik dari Sabang sampai Merauke ikut
nimbrung berbagi informasi dan sharing pengalaman via media daring ini. Para
penulis juga mulai mempublikasikan tulisan-tulisan mereka di sana.
Salah satu penggerak
komunitas, Eka Budianta menyebutkan, ada keuntungan menjadi anggota komunitas
ini. Pertama, melalui komunitas ini, para anggota bisa mendapat inspirasi, ide,
dan gagasan baru. Kedua, para penulis memiliki jaringan yang kuat, baik antara
pengarang, penerbit, media, dan toko-toko buku. Ketiga, para anggota bisa
mengikuti berbagai acara, seperti temu penulis, kopi darat, retret, wisata
rohani, dan sebagainya.
Melalui komunitas ini
juga, para anggota bisa melakukan banyak hal yang berkaitan dengan literasi;
belajar tentang kepenulisan, berbagi tips kepenulisan termasuk penerbitan dan
penerjemahan, mempromosikan buku, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan
literasi. Saling temu di dunia maya ini berbuah dengan lahirnya karya bersama
berupa antologi puisi dan cerita pendek bertema, Mewartakan Cinta Kepada Dunia.
“Sebagai penulis pun bisa menjadi saksi Kristus di dunia. Puisi dan cerita
pendek dapat mengajak umat Katolik semakin dekat dengan Kristus dan sesama,”
ujar Tengsoe.
Temu Muka
Rasanya tak lengkap bila
perjumpaan sesama penulis Katolik hanya ada di dunia maya. Pada 19 Agustus
2015, KPKDG menggelar pertemuan di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Banyak anggota
yang menghadiri pertemuan itu. Hadir pula penulis senior, seperti Arswendo
Atmowiloto, Remy Sylado, dan Romo Mudji Sutrisno SJ. Melalui pertemuan ini,
para penulis Katolik diajak menunjukkan identitas kekatolikan, melakukan aksi
ke basis, melahirkan tulisan bermutu yang membawa pesan kasih, serta menjadikan
karya tulis sebagai bagian dari aktivitas enterpreneur.
Pertemuan kedua diadakan
di Gua Maria Kerep Ambarawa, 20 Agustus 2016. Animo anggota komunitas untuk
hadir cukup tinggi. Tercatat, 60 orang hadir dalam temu darat di Ambarawa.
“Dalam tempo sebulan baru 10 orang pendaftar. Namun menjelang hari ‘H’ peserta
melonjak menjadi 60 orang,” ujar Tengsoe.
Lewat kopi darat ini,
KPKDG lebih serius menatap masa depan. Para anggota sepakat untuk menjadi
pewarta dan saksi iman Katolik, mencerdaskan, mencerahkan, dan menyelamatkan
generasi penerus lewat literasi, serta menjadi wadah pembelajaran berkelanjutan
yang kreatif, produktif, reflektif, serta penuh syukur.
Akhir Oktober tahun lalu,
KPKDG kembali menggelar Writing Camp di Rumah Retret Pratista Lembang, Bandung.
Pertemuan ini menghadirkan sastrawan Ayu Utami. Kepada penulis Katolik, Ayu
Utami berpesan agar menjadikan Kitab Suci sebagai inspirasi dalam menulis.
“Semasa kecil, saya selalu membaca Kitab Suci. Itu memberi pengaruh besar
ketika menulis,” kata Ayu Utami. Sementara awal 2017 ini, Komunitas Penulis
Katolik Deo Gratias kembali mengadakan Pelatihan Menulis Cerpen Katolik di
Wisma Lentera Kasih Kulonprogo, Yogyakarta, 11-12 Februari 2017.
Tengsoe tak menyangka,
kalau KPKDG bisa aktif seperti sekarang. Pasalnya waktu itu, ketika anggota
sudah mencapai 800 orang, yang aktif mengikuti program penulisan belum mencapai
10 persen. Tapi sekarang, kekhawatiran Tengsoe terjawab. Anggota di grup Facebook
KPKDG kini berjumlah 1959 orang.
Tengsoe, yang sebelumnya
menjadi dosen di University of Foreign Studies Korea Selatan mengatakan,
penulis Katolik di Indonesia sangat banyak jumlahnya. Karya-karya mereka berisi
gagasan-gagasan di pelbagai bidang, seperti filsafat, budaya, politik,
pendidikan, sastra, dan lainnya. Melalui karya-karya itu, mereka berkontribusi
dan memperkaya khazanah literasi Indonesia.
Mengingat kekayaan Gereja
ini, maka sangat diharapkan ada regenerasi penulis Katolik. Harus ada generasi
baru penulis Katolik yang mau bersuara lewat tulisan. KPKDG bisa menjadi media
bagi misi ini. Ia bisa menjadi rumah bagi orang-orang Katolik yang siap
belajar, berkarya, dan berbagi di bidang literasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar