Pada masanya, mungkin tak ada lagu yang dapat menyaingi lagu “Lili Marleen” — baik dalam hal popularitas, maupun versi terjemahannya yang konon sampai 48 bahasa. Akan tetapi yang menarik dari 'Lili Marleen' bukanlah soal popularitas, banyaknya versi terjemahan, atau jumlah keping cakram yang terjual, melainkan kemampuannya mengambil peran sebagai penyejuk di tengah perang.
Berawal dari puisi berjudul Das Lied eines jungen Soldaten auf der Wacht (Lagu untuk Prajurit Muda yang Bertugas) yang ditulis penyair Hans Leip menjelang keberangkatannya ke medan perang Rusia tahun 1915, puisi ini, yang ia tulis untuk Lili, Sang Pacar, dan perempuan bernama Marleen, seorang juru rawat, bersama puisi-puisi Leip lainnya, terbit dalam sebuah buku berjudul Die Hafenorgel (Organ Pelabuhan) di tahun 1937. Oleh komposer Norbert Schultze, Das Lied eines jungen Soldaten auf der Wacht digubah menjadi lagu dengan judul Das Madchen unter der Laterne (Gadis di Bawah Lentera). Tahun 1939, dinyanyikan Lale Andersen, Das Madchen unter der Laterne, dirilis dengan judul 'Lili Marleen.'
Ketika Jerman berhasil menduduki Beograd di tahun 1941, stasiun radio Beograd dirubah menjadi stasiun radio propaganda pasukan Nazi dengan nama Soldatensender Belgrad. Namun karena kurangnya materi penyiaran, perwira Karl-Heinz Reintgen, penanggungjawab program, memerintahkan anak buahnya yang sedang cuti di Wina untuk mengambil apapun yang bisa dijadikan bahan untuk siaran, termasuk rekaman 'Lili Marleen.'
Dengan transmisi yang memiliki jangkauan luas hingga ke wilayah Mediterania, ‘Lili Marleen’ terdengar sampai ke medan pertempuran di gurun-gurun pasir Afrika Utara, dimana Deutsche Afrika Korps (DAK), bersama pasukan Italia, bertempur melawan Inggris yang dibantu negara-negara Commonwealth (Australia, New Zealand, India, dan Afrika Selatan). Di kamp-kamp atau di balik tank-tank mereka, baik selagi bertugas atau berjaga-jaga, 'Lili Marleen', dengan iramanya yang lembut dan menenangkan ditambah suara Lale Andersen yang sedikit menggoda, ternyata mampu menjadi penghibur.
Menteri Propaganda Jerman, Joseph Goebbels, yang mendapat informasi bahwa penyanyinya, Lale Andersen adalah seorang Yahudi, sempat melarang lagu ini. Namun, setelah mendapat protes keras dari para serdadu bahkan oleh pasukan sekutu yang menjadi seteru mereka yang ternyata juga menyukai 'Lili Marleen', larangan itu akhirnya dicabut. Sejak saat itu, ‘Lili Marleene’ menyebar kemana-mana. [ff]
*) Fahmi Faqih, penyair, tinggal di Bandung.
http://sastra-indonesia.com/2019/09/lili-marleen/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar