Rabu, 30 Juni 2021

Indah Itu Segar

D. Zawawi Imron *
jawapos.com
 
Orang Kristen memuji Tuhan dengan menyanyi. Orang Hindu Bali melakukan upacara ritual dengan menari. Orang Islam memanggil umat untuk menjalankan salat dengan berlagu (azan). Hal itu menunjukkan bahwa berbagai macam agama di dunia ini menghargai keindahan. Bahkan, karya-karya Tuhan sebagai sang Pencipta, kalau kita perhatikan akan menampakkan keindahan.
 
Perhatikan saat fajar menyingsing di ufuk timur, dengan cahaya yang bermula dari samar, pelan-pelan berproses membuat alam menjadi terang-menderang dengan matahari yang begitu perkasa seakan-akan menggagahi langit dan bumi.
 
Atau perhatikan gunung nan biru yang di lereng-lerengnya dihiasi sawah yang bertingkat-tingkat, sungai yang mengalir membelah hutan dengan seluruh margasatwa yang bergantian minum melepas kehausan.
 
Tapi, keindahan seperti itu tidak akan bisa dinikmati oleh orang yang tidak punya penghayatan terhadap keindahan. Makanya, Elia Abu Madi dari Lebanon menulis, ”Barang siapa dalam dirinya tidak punya rasa keindahan, ia tidak akan bisa melihat perwujudan semesta ini sebagai sesuatu yang indah.”
 
Jadi, agar manusia bisa menikmati segala tampilan alam di dunia ini diperlukan kepekaan perasaan. Jika seseorang tidak punya kepekaan rasa, akibatnya semua yang indah tidak akan terasa indah. Lukisan yang indah, lagu yang bagus, dan puisi yang baik, tidak akan menyentuh batin dan tidak akan menggetarkan perasaan. Karena orang tersebut tidak punya kepekaan estetik. Senar-senar kalbunya tidak peka terhadap getar keindahan.
 
Kepekaan terhadap keindahan itu sebenarnya bisa dilatih dengan penghayatan demi penghayatan terhadap apa yang kita lihat, kita dengar atau kita alami pada masa lalu. Apresiasi terhadap kasih sayang ibunda dan wajahnya yang semakin tua, yang dirasakan dengan penghayatan yang mendalam, akan menjadi keindahan yang tidak akan selesai untuk dikenang, karena ibu adalah pahlawan tak tertandingi.
 
Pelukis Affandi melukis ibunya dengan berbagai pose. Ada potret ibu Affandi setengah badan dengan pandangan yang lembut, yang melukiskan sang ibu telah mengalami gelombang hidup dengan penuh ketabahan. Ada lukisan ibu Affandi sedang duduk penuh kebijakan, yang lain sedang tidur dalam usianya yang tua. Bahkan Affandi melukis ibunya yang sedang marah dengan mata melotot, sedangkan dia sendiri digambarkan berdiri takzim di hadapan sang ibu yang marah. Dari lukisan seperti itu kita melihat keindahan cinta dan hormat yang utuh seorang anak kepada ibu yang amat berjasa. Marah seorang ibu kepada anak adalah wujud dari cinta dan kasih sayang.
 
Kalau kita teliti secara cermat, keindahan menjadi sesuatu yang tak terelakkan dalam hidup manusia. Misalnya dalam berpakaian, manusia akan berusaha mengenakan pakaian yang menarik, baik warna kain maupun desainnya akan dipilih sesuai selera yang berorientasi pada rasa keindahan, terutama ketika hendak tampil pada forum-forum dan acara-acara tertentu.
 
Apresiasi terhadap keindahan itu jika benar-benar dihayati secara mendalam dan digunakan untuk menyegarkan rasa dan jiwa kemanusiaan, akan membuat seseorang akan merasa nikmat dengan kelembutan dan kasih sayang. Baik dengan kelembutan orang lain maupun kelembutan hati sendiri untuk orang lain. Karena itu, setiap orang punya tugas untuk mengembangkan kepribadiannya dengan kelembutan jiwa yang diilhami oleh rasa keindahan. Pengalaman-pengalaman segar yang didapatkan dari penghayatan terhadap keindahan itu akan membuat hidup menjadi indah. Dalam salah satu puisinya, penyair Toto Sudarto Bachtiar menulis:
 
Menobatkan jadi tua tapi remaja
Tua karena denyut waktu
Tapi tetap muda karena pengalaman segar
Selalu tiba di pundakku.
 
Pengalaman-pengalaman segar akan didapatkan kalau manusia selalu berusaha untuk berpikir kreatif, berpikir positif, menikmati hidup rukun dan damai disertai integritas moral. Dan, yang tak kalah pentingnya ialah apresiasi yang bagus terhadap kesenian. Dengan seni hidup menjadi indah, dan menikmati karya seni tanpa harus menjadi seniman akan membuat jiwa jadi segar dan muda. Rasa keindahan kalbu atau rasa seni yang dibangun untuk keindahan moral akan membuat manusia tegar dengan kemanusiaannya.
 
Dengan seni dan keindahan, hidup ini bukan sekadar matematis, tapi ada makna-makna lain yang menyegarkan, sehingga kehadiran diri ke dunia ini didukung dengan rohani yang merasakan indahnya hidup. Jika tidak, alangkah kering dan hampanya jiwa.
 
***
D. Zawawi Imron, lahir di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep. Dia mulai terkenal dalam percaturan sastra Indonesia sejak Temu Penyair 10 Kota di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, tahun 1982.
http://sastra-indonesia.com/2009/03/indah-itu-segar/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aang Fatihul Islam Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Adam Roberts Adelbert von Chamisso Adreas Anggit W. Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus R. Sarjono Ahmad Farid Yahya Ahmad Yulden Erwin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Albert Camus Albrecht Goes Alexander Pushkin Alit S. Rini Amien Kamil Amy Lowell Andra Nur Oktaviani André Chénier Andy Warhol Angela Angela Dewi Angrok Anindita S. Thayf Anton Bruckner Anton Kurnia Anwar Holid Arif Saifudin Yudistira Arthur Rimbaud Arti Bumi Intaran AS Laksana Asep Sambodja Awalludin GD Mualif Axel Grube Bambang Kariyawan Ys Basoeki Abdullah Beethoven Ben Okri Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Berto Tukan BI Purwantari Birgit Lattenkamp Blaise Cendrars Book Cover Brunel University London Budi Darma Buku Kritik Sastra C.C. Berg Candra Kurnia Cecep Syamsul Hari Chairil Anwar Chamim Kohari Charles Baudelaire Claude Debussy Cristina Lambert D. Zawawi Imron Damhuri Muhammad Dana Gioia Daniel Paranamesa Dante Alighieri Dante Gabriel Rossetti (1828-1882) Dareen Tatour Darju Prasetya Darwin Dea Anugrah Denny Mizhar Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Dwi Cipta Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Edgar Allan Poe Eka Budianta Eka Kurniawan Emha Ainun Nadjib Emily Dickinson Enda Menzies Endorsement Ernest Hemingway Erwin Setia Essay Evan Ys Fahmi Faqih Fatah Anshori Fazabinal Alim Feby Indirani François Villon François-Marie Arouet (Voltaire) Frankfurt Book Fair 2015 Franz Kafka Franz Schubert Franz Wisner Frederick Delius Friedrich Nietzsche Friedrich Schiller Fritz Senn FX Rudy Gunawan G. J. Resink Gabriel García Márquez Gabriela Mistral Gerson Poyk Goenawan Mohamad Goethe Hamid Dabashi Hardi Hamzah Hasan Junus Hazrat Inayat Khan Henri de Régnier Henry Lawson Hera Khaerani Hermann Hesse Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ignas Kleden Igor Stravinsky Imam Nawawi Indra Tjahyadi Inspiring Writer Interview Iskandar Noe Jakob Sumardjo Jalaluddin Rumi James Joyce Jean-Paul Sartre Jiero Cafe Johann Sebastian Bach Johannes Brahms John H. McGlynn John Keats José de Espronceda Jostein Gaarder Kamran Dikarma Katrin Bandel Khalil Gibran (1883-1931) Koesoema Affandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Koskow Kulya in the Niche of Philosophjy Laksmi Pamuntjak Laksmi Shitaresmi Lathifa Akmaliyah Laurencius Simanjuntak Leila S Chudori Leo Tolstoy Lontar Foundation Lorca Lord Byron Ludwig Tieck Luís Vaz de Camões Lutfi Mardiansyah Luthfi Assyaukanie M. Yoesoef M.S. Arifin Mahmoud Darwish Mahmud Ali Jauhari Mahmudi Maman S. Mahayana Marco Polo Martin Aleida Mathori A Elwa Max Dauthendey Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Michael Kumpfmüller Michelangelo Milan Djordjevic Minamoto Yorimasa Modest Petrovich Mussorgsky Mozart Mpu Gandring Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulla Shadra Nenden Lilis A Nikmah Sarjono Nikolai Andreyevich Rimsky-Korsakov Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Notes Novel Pekik Nunung Deni Puspitasari Nurel Javissyarqi Octavio Paz Orasi Budaya Orhan Pamuk Pablo Neruda Panos Ioannides Patricia Pawestri Paul Valéry Paul van Ostaijen PDS H.B. Jassin Penerbit SastraSewu Percy Bysshe Shelley Pierre de Ronsard Poems Poetry Pramoedya Ananta Toer Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Setia Pyotr Ilyich Tchaikovsky R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873) Rabindranath Tagore Radhar Panca Dahana Rainer Maria Rilke Rakai Lukman Rama Dira J Rambuana Read Ravel Rengga AP Resensi reviewer RF. Dhonna Richard Strauss Richard Wagner Ridha al Qadri Robert Desnos Robert Marcuse Ronny Agustinus Rosalía de Castro Ruth Martin S. Gunawan Sabine Müller Samsul Anam Santa Teresa Sapardi Djoko Damono Sara Teasdale Sasti Gotama Saut Situmorang Schreibinsel Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Short Story Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Solo Exhibition Rengga AP Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Stefan Zweig Stefanus P. Elu Subagio Sastrowardoyo Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri T.S. Eliot Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Thales The World Readers Award Tito Sianipar Tiya Hapitiawati To Take Delight Toeti Heraty Tunggul Ametung Ulysses Umar Junus Unknown Poet From Yugoslavia Usman Arrumy Utami Widowati Vladimir Nabokov W.S. Rendra Walter Savage Landor (1775-1864) Watercolour Paint Wawan Eko Yulianto Wawan Pinhole Welly Kuswanto Wildani Hefni William Blake William Butler Yeats Wizna Hidayati Umam World Letters X.J. Kennedy Yasraf Amir Piliang Yasunari Kawabata Yogas Ardiansyah Yona Primadesi Yuja Wang Yukio Mishima Z. Afif Zadie Smith Zeynita Gibbons