Senin, 26 Juli 2021

Sajak-Sajak Pablo Neruda

Diterjemahkan Saut Situmorang
 
Nyanyian buat Sierra Maestra
 
Kalau biasanya keheningan yang diharapkan dari kita saat meninggalkan
tempat sanak saudara kita dikuburkan,
maka aku minta satu menit yang riuh rendah,
sekali ini saja suara seluruh Amerika,
hanya satu menit nyanyian riuh rendah
aku minta untuk menghormati Sierra Maestra.
Marilah kita lupakan sebentar manusia:
saat ini marilah kita hormati tanah ini
yang menyembunyikan dalam gunung gunungnya yang misterius
bara api yang akan membakar padang padang prairie.
Aku merayakan hutan hutan kecil perkasa
yang mendiami bukit bukit batu karang,
malam yang penuh suara bisikan tak terartikan,
dengan kerlap kerlip cahaya bintang bintang,
keheningan telanjang hutan hutan,
misteri bangsa bangsa yang tak berbendera:
sampai semuanya mulai berdenyut,
lalu meledak jadi api membara seperti api unggun.
Lelaki lelaki berjanggut gagah perkasa turun
untuk menciptakan damai di seluruh negeri,
sekarang segalanya cerah tapi dulu
segalanya suram di Sierra Maestra:
itulah makanya kumohon satu menit saja
untuk menyanyikan Nyanyian Protes ini.
Aku mulai dengan kata kata ini
semoga diikuti di seluruh benua Amerika
“Bukalah matamu bangsa bangsa yang dihina
Sierra Maestra ada di mana mana.”
 
*) Sierra Maestra adalah daerah perbukitan di Kuba yang menjadi pusat perlawanan gerilyawan Komunis pimpinan Fidel Castro dan Che Guevara yang akhirnya menumbangkan kekuasaan diktator militer dukungan Amerika Serikat, Batista, di tahun 1959.
 
 
 
Kawan Itu
 
Kemudian Sandino memasuki hutan
dia tembakkan peluru peluru keramatnya
melawan para pelaut penyerbu
yang dilatih dan dibayar oleh New York:
bumi terbakar hangus, suara suara tembakan bergema di daunan:
orang Yankee itu tak menyangka apa yang akan terjadi:
dia berpakaian terlalu rapi untuk perang
sepatu dan senjatanya mengkilap
tapi segera dia mengerti
siapa Sandino dan Nicaragua:
kuburan buat para perampok berambut pirang:
di udara, pohon, jalan, air
pasukan gerilya Sandino di mana mana
bahkan di whiskey yang sedang dibuka,
mereka habisi dengan kematian kilat
para tentara Louisiana yang gagah perkasa itu
yang biasa menggantung mati orang orang Negro
dengan keberanian luar biasa:
duaribu laki laki berkerudung sibuk
mengurusi satu laki laki Negro, seutas tali dan sebuah pohon.
Segalanya berbeda di sini:
Sandino menyerang dan menunggu,
Sandino datang bersama malam,
dia adalah cahaya dari laut yang membunuh,
Sandino adalah menara penuh bendera,
Sandino adalah senapan penuh harapan.
Ini adalah pelajaran berbeda,
di West Point pelajaran dilakukan dengan bersih:
mereka tak pernah diajarkan di sekolah
bahwa siapa yang membunuh bisa juga dibunuh:
orang orang Amerika Serikat ini tidak pernah diajarkan
bahwa kita mencintai negeri tercinta kita yang sedih ini
dan kita akan mempertahankan bendera kita
yang dengan sakit dan cinta kita ciptakan.
Kalau mereka tidak mempelajari ini di Philadelphia
mereka mempelajarinya dengan darah di Nicaragua:
pemimpin rakyat menunggu di sana:
Augusto C. Sandino namanya.
Dan dalam nyanyian ini abadi namanya
penuh keagungan seperti sebuah ledakan tiba tiba
yang memberikan kita api dan cahaya
dalam melanjutkan perjuangannya.
 
(Diterjemahkan dari buku “Song of Protest, Poems by Pablo Neruda”, New York, 1976). http://sastra-indonesia.com/2010/04/sajak-sajak-pablo-neruda/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aang Fatihul Islam Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Adam Roberts Adelbert von Chamisso Adreas Anggit W. Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus R. Sarjono Ahmad Farid Yahya Ahmad Yulden Erwin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Albert Camus Albrecht Goes Alexander Pushkin Alit S. Rini Amien Kamil Amy Lowell Andra Nur Oktaviani André Chénier Andy Warhol Angela Angela Dewi Angrok Anindita S. Thayf Anton Bruckner Anton Kurnia Anwar Holid Arif Saifudin Yudistira Arthur Rimbaud Arti Bumi Intaran AS Laksana Asep Sambodja Awalludin GD Mualif Axel Grube Bambang Kariyawan Ys Basoeki Abdullah Beethoven Ben Okri Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Berto Tukan BI Purwantari Birgit Lattenkamp Blaise Cendrars Book Cover Brunel University London Budi Darma Buku Kritik Sastra C.C. Berg Candra Kurnia Cecep Syamsul Hari Chairil Anwar Chamim Kohari Charles Baudelaire Claude Debussy Cristina Lambert D. Zawawi Imron Damhuri Muhammad Dana Gioia Daniel Paranamesa Dante Alighieri Dante Gabriel Rossetti (1828-1882) Dareen Tatour Darju Prasetya Darwin Dea Anugrah Denny Mizhar Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Dwi Cipta Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Edgar Allan Poe Eka Budianta Eka Kurniawan Emha Ainun Nadjib Emily Dickinson Enda Menzies Endorsement Ernest Hemingway Erwin Setia Essay Evan Ys Fahmi Faqih Fatah Anshori Fazabinal Alim Feby Indirani François Villon François-Marie Arouet (Voltaire) Frankfurt Book Fair 2015 Franz Kafka Franz Schubert Franz Wisner Frederick Delius Friedrich Nietzsche Friedrich Schiller Fritz Senn FX Rudy Gunawan G. J. Resink Gabriel García Márquez Gabriela Mistral Gerson Poyk Goenawan Mohamad Goethe Hamid Dabashi Hardi Hamzah Hasan Junus Hazrat Inayat Khan Henri de Régnier Henry Lawson Hera Khaerani Hermann Hesse Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ignas Kleden Igor Stravinsky Imam Nawawi Indra Tjahyadi Inspiring Writer Interview Iskandar Noe Jakob Sumardjo Jalaluddin Rumi James Joyce Jean-Paul Sartre Jiero Cafe Johann Sebastian Bach Johannes Brahms John H. McGlynn John Keats José de Espronceda Jostein Gaarder Kamran Dikarma Katrin Bandel Khalil Gibran (1883-1931) Koesoema Affandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Koskow Kulya in the Niche of Philosophjy Laksmi Pamuntjak Laksmi Shitaresmi Lathifa Akmaliyah Laurencius Simanjuntak Leila S Chudori Leo Tolstoy Lontar Foundation Lorca Lord Byron Ludwig Tieck Luís Vaz de Camões Lutfi Mardiansyah Luthfi Assyaukanie M. Yoesoef M.S. Arifin Mahmoud Darwish Mahmud Ali Jauhari Mahmudi Maman S. Mahayana Marco Polo Martin Aleida Mathori A Elwa Max Dauthendey Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Michael Kumpfmüller Michelangelo Milan Djordjevic Minamoto Yorimasa Modest Petrovich Mussorgsky Mozart Mpu Gandring Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulla Shadra Nenden Lilis A Nikmah Sarjono Nikolai Andreyevich Rimsky-Korsakov Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Notes Novel Pekik Nunung Deni Puspitasari Nurel Javissyarqi Octavio Paz Orasi Budaya Orhan Pamuk Pablo Neruda Panos Ioannides Patricia Pawestri Paul Valéry Paul van Ostaijen PDS H.B. Jassin Penerbit SastraSewu Percy Bysshe Shelley Pierre de Ronsard Poems Poetry Pramoedya Ananta Toer Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Setia Pyotr Ilyich Tchaikovsky R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873) Rabindranath Tagore Radhar Panca Dahana Rainer Maria Rilke Rakai Lukman Rama Dira J Rambuana Read Ravel Rengga AP Resensi reviewer RF. Dhonna Richard Strauss Richard Wagner Ridha al Qadri Robert Desnos Robert Marcuse Ronny Agustinus Rosalía de Castro Ruth Martin S. Gunawan Sabine Müller Samsul Anam Santa Teresa Sapardi Djoko Damono Sara Teasdale Sasti Gotama Saut Situmorang Schreibinsel Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Short Story Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Solo Exhibition Rengga AP Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Stefan Zweig Stefanus P. Elu Subagio Sastrowardoyo Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri T.S. Eliot Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Thales The World Readers Award Tito Sianipar Tiya Hapitiawati To Take Delight Toeti Heraty Tunggul Ametung Ulysses Umar Junus Unknown Poet From Yugoslavia Usman Arrumy Utami Widowati Vladimir Nabokov W.S. Rendra Walter Savage Landor (1775-1864) Watercolour Paint Wawan Eko Yulianto Wawan Pinhole Welly Kuswanto Wildani Hefni William Blake William Butler Yeats Wizna Hidayati Umam World Letters X.J. Kennedy Yasraf Amir Piliang Yasunari Kawabata Yogas Ardiansyah Yona Primadesi Yuja Wang Yukio Mishima Z. Afif Zadie Smith Zeynita Gibbons