Senin, 20 Januari 2020

SATU PUISI MILAN DJORDJEVIC

Ahmad Yulden Erwin

Puisi "Mantel" karya Milan Djordjevic, penyair Serbia, adalah satu puisi favorit saya. Pendalaman tematiknya, menurut saya, setingkat dengan puisi "Aku" karya Chairil Anwar. Ada spirit yang bergelora untuk tak menyerah di tengah kemiskinan dan perjuangan hidup seperih apa pun, untuk terus bangkit, untuk terus terbang, untuk terus hidup dan menghidupkan nyali menghadapi tantangan hidup.

Namun, dari segi artistik, puisi "Mantel" karya Milan Djordjevic ini jauh mengatasi puisi "Aku" karya Chairil Anwar yang amat verbal itu. Ada lapis-lapis metaforik di dalam puisi "Mantel", lapis-lapis estetika yang tetap menjaga nilai puitik hingga tak jteratuh ke dalam semacam verbalisme--semacam khotbah atau filosofi palsu.

Ada keharuan yang sayu saat kita membayangkan seseorang yang kelaparan, sendirian, nyaris putus asa dalam hidup, tiba-tiba memandang mantel yang baru saja dijatuhkannya ke lantai sebagai sosok yang lain dan sekaligus dirinya sendiri, lalu ia pun bicara atau lebih tepat mensugesti sang mantel untuk bangkit. Milan dalam semangatnya yang bergelora itu tidak lantas menjadi angkuh seperti Nietszche (yang dikagumi oleh Chairil Anwar), filsuf eksistensialisme yang terkenal dengan seruannya: "God is dead!". Penyair Serbia ini tetap mengajak sang mantel yang sehari-hari setia melindunginya dari hujan dan salju, yang kini terkulai di sampingnya, untuk setidaknya berlutut (posisi berdoa)--sebuah tindak religius yang tak mudah dan amat beresiko dilakukan di depan publik ketika Yugoslavia masih berada di bawah rejim komunis. Betapa mengharukan saat sang penyair menyapa mantelnya sebagai "saudaraku terkasih".

Mantel adalah metafora dari diri penyair sendiri, diri yang tengah tak berdaya, sosok yang mungkin dihantam oleh tekanan hidup bertubi-tubi, dan kini "puisi" sebagai alter-ego sang penyair mengajak "sang pelindung kesepiannya" itu untuk bangkit, untuk tak menyerah, untuk berdoa, untuk merentangkan sayap dan memekik dan terbang ke angkasa, dan, kembali hidup dengan darah dan nyali, dengan semangat dan keberanian. Kata "nyali" adalah terjemahan dalam bahasa Indonesia yang menurut saya paling tepat terhadap kata "utroba" dalam bahasa Serbia. Kata itu oleh Charles Simic sebagai penerjemah puisi ini ke dalam bahasa Inggeris telah ditafsirkan dengan sangat tepat menjadi "guts". Kata "guts" dalam arti lain juga bisa ditafsirkan sebagai "isi perut"--seperti istilah "hara" dalam bahasa Jepang yang berarti juga "isi perut" dan sekaligus "nyali" atau "pusat kehidupan".

Dari puisi inilah, beberapa tahun lalu, tatkala saya berusaha untuk bangkit kembali menulis puisi, saya akhirnya memahami bahwa menulis puisi bukanlah mengungkapkan isi pikiran dan perasaan kita secara verbal, tetapi membahasakan pikiran dan perasaan kita melalui ungkapan metaforik yang tepat. Menulis puisi seindah puisi "Mantel" karya Milan Djordjevic ini memang taklah mudah. Tetapi, apabila berhasil dituliskan, maka puisi ini akan menjadi "hidup" di hati pembacanya dari zaman ke zaman, akan diapresiasi oleh berbagai manusia dari berbagai bangsa, seperti kini saya--yang sama sekali tak mengenal sang penyairnya--mampu tersentuh oleh kekuatan puisi ini, jiwa puisi ini. Milan Djordjevic, menurut saya, adalah salah satu penyair lirik terbaik di dunia yang masih hidup hingga saat ini.

Kini ia hidup dengan kondisi tubuh lumpuh di Serbia. Puisi-puisinya yang terbaru lebih autobiografis serta realistis dan mencerminkan tragedi pribadi. Ia terkurung di rumahnya setelah tertabrak dan hampir terbunuh oleh mobil ketika melintasi jalan Beograd pada 2007, penyair itu menulis tentang lingkungannya yang sederhana, kucing-kucing yang datang ke pintu rumahnya, burung-burung yang dilihatnya melalui jendela, dan salinan satu dari bukunya sendiri yang pernah ia bakar agar ia tetap hangat. Pada tahun 2010 buku puisi Milan Djordjevic yang berjudul "Oranges and Snow" terjemahan Charles Simic mendapatkan Hadiah Pulitzer di USA.

Saya kemudian terkenang kondisi saya saat ini yang terserang stroke lebih dari setahun laul. Saya dulu sudah tak bisa apa-apa dan dua kali hampir mati. Saya juga sampai saat ini hanya mengetik dengan satu tangan saja (tangan kanan). Pada saat saya sudah hampir menyerah, saya kemudian teringat puisi "Mantel" ini:

"—Mantel! Mantel! Mantel!
—Saudaraku terkasih! Bangkit! Bangkit!"

Terima kasih, Milan Djordjevic!



MANTEL

Kuletakkan mantel. Di lantai.
Tanpa setetes darah di dalamnya.
Kuletakkan mantel. Terkulai.
Kusut, terabaikan, silam sepenuhnya.
—Mantel! Mantel! Mantel!
—Saudaraku terkasih! Bangkit! Bangkit!
Setidaknya berlututlah di samping
Milan Djordjevic-mu!
Saudaraku, penjaga kesepianku,
didera hujan, salju,
kutukan, bujukan!
Bangkit! Bangkit!
Biar kurasakan kedua saku kosongmu
dengan sepuluh jariku.
Dan jari-jari itu akan mengepakkan
sepasang sayap di dalamnya.
Di dalam lenganmu yang menganga
kubiarkan serangga-serangga mungil itu
merangkaki lenganku!
Kini, mantel mulai bernapas,
membuka matanya, sejenak gemetar,
mengangkat sebelah lengannya, merentangkan
sepasang sayapnya, terbang, barang sebentar
memekik dan menyelimuti tubuhku dengan kegelapan.
Sekarang, aku tak lain darah dan nyalinya.



________________________________
Versi asli puisi ini dalam bahasa Serbia:

KAPUT




____________________________________________
Terjemahan bahasa Inggris oleh penyair Charles Simic:

OVERCOAT

Overcoat lies. On the floor.
Without a drop of blood in it.
Overcoat lies. Weary.
Crumpled, discarded and black.
—Overcoat! Overcoat! Overcoat!
—Dear brother! Rise! Rise!
At least kneel next to your
Milan Djordjevi?!
Dear brother, guardian of my solitude,
beaten with rain, snow,
curses, flatteries!
Rise! Rise!
I will feel your empty pockets
with my hands.
They’ll flutter their wings in them.
Inside your gaping sleeves
I’ll let the threadbare little animals
that are my arms crawl!
So it may begin to breathe
and open its eyes, shudder,
then move one sleeve,
spread its wings, fly, caw
and drape me with its darkness.
I, who am its blood and guts.

_______________________________________________________
Terjemahan bahasa Indonesia @ Ahmad Yulden Erwin, 2012 - 2015
_______________________________________________________
http://sastra-indonesia.com/2020/01/satu-puisi-milan-djordjevic/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aang Fatihul Islam Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Adam Roberts Adelbert von Chamisso Adreas Anggit W. Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus R. Sarjono Ahmad Farid Yahya Ahmad Yulden Erwin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Albert Camus Albrecht Goes Alexander Pushkin Alit S. Rini Amien Kamil Amy Lowell Andra Nur Oktaviani André Chénier Andy Warhol Angela Angela Dewi Angrok Anindita S. Thayf Anton Bruckner Anton Kurnia Anwar Holid Arif Saifudin Yudistira Arthur Rimbaud Arti Bumi Intaran AS Laksana Asep Sambodja Awalludin GD Mualif Axel Grube Bambang Kariyawan Ys Basoeki Abdullah Beethoven Ben Okri Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Berto Tukan BI Purwantari Birgit Lattenkamp Blaise Cendrars Book Cover Brunel University London Budi Darma Buku Kritik Sastra C.C. Berg Candra Kurnia Cecep Syamsul Hari Chairil Anwar Chamim Kohari Charles Baudelaire Claude Debussy Cristina Lambert D. Zawawi Imron Damhuri Muhammad Dana Gioia Daniel Paranamesa Dante Alighieri Dante Gabriel Rossetti (1828-1882) Dareen Tatour Darju Prasetya Darwin Dea Anugrah Denny Mizhar Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Dwi Cipta Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Edgar Allan Poe Eka Budianta Eka Kurniawan Emha Ainun Nadjib Emily Dickinson Enda Menzies Endorsement Ernest Hemingway Erwin Setia Essay Evan Ys Fahmi Faqih Fatah Anshori Fazabinal Alim Feby Indirani François Villon François-Marie Arouet (Voltaire) Frankfurt Book Fair 2015 Franz Kafka Franz Schubert Franz Wisner Frederick Delius Friedrich Nietzsche Friedrich Schiller Fritz Senn FX Rudy Gunawan G. J. Resink Gabriel García Márquez Gabriela Mistral Gerson Poyk Goenawan Mohamad Goethe Hamid Dabashi Hardi Hamzah Hasan Junus Hazrat Inayat Khan Henri de Régnier Henry Lawson Hera Khaerani Hermann Hesse Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ignas Kleden Igor Stravinsky Imam Nawawi Indra Tjahyadi Inspiring Writer Interview Iskandar Noe Jakob Sumardjo Jalaluddin Rumi James Joyce Jean-Paul Sartre Jiero Cafe Johann Sebastian Bach Johannes Brahms John H. McGlynn John Keats José de Espronceda Jostein Gaarder Kamran Dikarma Katrin Bandel Khalil Gibran (1883-1931) Koesoema Affandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Koskow Kulya in the Niche of Philosophjy Laksmi Pamuntjak Laksmi Shitaresmi Lathifa Akmaliyah Laurencius Simanjuntak Leila S Chudori Leo Tolstoy Lontar Foundation Lorca Lord Byron Ludwig Tieck Luís Vaz de Camões Lutfi Mardiansyah Luthfi Assyaukanie M. Yoesoef M.S. Arifin Mahmoud Darwish Mahmud Ali Jauhari Mahmudi Maman S. Mahayana Marco Polo Martin Aleida Mathori A Elwa Max Dauthendey Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Michael Kumpfmüller Michelangelo Milan Djordjevic Minamoto Yorimasa Modest Petrovich Mussorgsky Mozart Mpu Gandring Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulla Shadra Nenden Lilis A Nikmah Sarjono Nikolai Andreyevich Rimsky-Korsakov Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Notes Novel Pekik Nunung Deni Puspitasari Nurel Javissyarqi Octavio Paz Orasi Budaya Orhan Pamuk Pablo Neruda Panos Ioannides Patricia Pawestri Paul Valéry Paul van Ostaijen PDS H.B. Jassin Penerbit SastraSewu Percy Bysshe Shelley Pierre de Ronsard Poems Poetry Pramoedya Ananta Toer Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Setia Pyotr Ilyich Tchaikovsky R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873) Rabindranath Tagore Radhar Panca Dahana Rainer Maria Rilke Rakai Lukman Rama Dira J Rambuana Read Ravel Rengga AP Resensi reviewer RF. Dhonna Richard Strauss Richard Wagner Ridha al Qadri Robert Desnos Robert Marcuse Ronny Agustinus Rosalía de Castro Ruth Martin S. Gunawan Sabine Müller Samsul Anam Santa Teresa Sapardi Djoko Damono Sara Teasdale Sasti Gotama Saut Situmorang Schreibinsel Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Short Story Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Solo Exhibition Rengga AP Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Stefan Zweig Stefanus P. Elu Subagio Sastrowardoyo Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri T.S. Eliot Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Thales The World Readers Award Tito Sianipar Tiya Hapitiawati To Take Delight Toeti Heraty Tunggul Ametung Ulysses Umar Junus Unknown Poet From Yugoslavia Usman Arrumy Utami Widowati Vladimir Nabokov W.S. Rendra Walter Savage Landor (1775-1864) Watercolour Paint Wawan Eko Yulianto Wawan Pinhole Welly Kuswanto Wildani Hefni William Blake William Butler Yeats Wizna Hidayati Umam World Letters X.J. Kennedy Yasraf Amir Piliang Yasunari Kawabata Yogas Ardiansyah Yona Primadesi Yuja Wang Yukio Mishima Z. Afif Zadie Smith Zeynita Gibbons