Kamis, 12 Agustus 2021

SUREALISME DALAM PERPUISIAN AMERIKA LATIN

X.J. Kennedy, Dana Gioia
Penerjemah: Indra Tjahyadi
 
Surealisme merupakan salah satu revolusi artistik terbesar di abad dua puluh. Pada mulanya ia muncul pada waktu Perang Dunia I dalam sebuah olok-olok bernama gerakan “Dada”. (Dada merupakan sebutan anak-anak Perancis bagi “kuda lumping”.) Dadaisme merupakan suatu penolakan radikal atas kegilaan yang dilakukan oleh yang-menyebut-dirinya-sendiri dunia “rasional” badai era modern. Pendekatannya adalah sebuah usaha untuk mengguncang dunia agar keluar dari penghancuran tradisinya sendiri. “Satu-satunya jalan agar Dada untuk terus berlanjut,” cetus seorang penyair, Andre Brenton, “adalah untuk berhenti mengada.” Sudah pasti, gerakan tersebut lambat-laun jatuh berkeping-keping dikarenakan daya perbuatannya yang tak karuan dan ketidaksopanannya sendiri. Di tahun 1922 surealisme muncul sebagai penerus Dada, pada mulanya sebagai sebuah gerakan sastra, lambat-laun menyebar ke seni visual, mengedepankan penciptaan atas hal-ihwal yang fantastik, karya-karya yang menyerupai mimpi yang merefleksikan pikiran-pikiran bawah sadar. Menggabungkan fakta dan mitos, gerakan tersebut mencoba untuk membebaskan seni dari pembatasan rasionalitas. Tidak semua penulis modern dicakup surealisme. Wallace Steven menunjukkan olok-olok pada penyerupaan mimpi surealisme yang merupakan pencampuran citraan sebagai tindakan membuat seekor “kerang memainkan sebuah akordion”.
 
Surealisme menekankan spontanitas ketimbang keahlian sebagai elemen esensial dalam penciptaan sastra. Tidak semua seni surealis, bagaimanapun juga, merupakan spontanitas. Brenton, umpamanya, menghabiskan waktu enam bulan untuk menulis sebuah puisi yang berisi tiga puluh kata-kata, agar mencapai kemiripan dengan spontanitas. Dan banyak seniman visual surealisme akan melakukan beberapa versi dari “menggambar otomatis” untuk mengejar efek dari hal-ihwal yang menyegarkan. “Manifesto Surealisme” (1924) Brenton yang terkenal itu melesatkan gerakan tersebut hingga terus berlanjut memengaruhi banyak penulis dan seniman di seluruh dunia.
 
Surealisme awal memperlihatkan banyaknya kecerdasan kelakar absurd dalam seni, dan karya-karya mereka seringkali mencoba untuk membuat orang terkejut dan tertawa. Marcel Duchamp pernah memamerkan sebuah karya cetak yang merupakan reproduksi dari lukisan Mona Lisa tapi disertai kumis melintang yang besar. Puisi “Suicide” Louis Aragon terdiri dari hanya bentuk huruf dari alfabet judul puisinya tersebut, dan Andre Breton pernah memublikasikan sebuah puisi yang diciptakan dari nama dan angka-angka yang dia salin dari buku petunjuk telepon. Apakah ini sesuatu yang mengherankan jika motto dari surealis adalah, “keabsahan umum haruslah dielakkan berapa pun harganya”?
 
Pengaruh terbesar sastra internasional surealisme adalah dalam perpuisian Amerika Latin. Di awal abad dua puluh Amerika Latin banyak dipengaruhi oleh kultur Perancis dan inovasi-inovasi sastra di Paris yang dengan cepat diimpor ke Mexico City, Nuenos Aires, dan berbagai ibu kota di Dunia Baru. Di Amerika Latin, bagaimanapun juga, surealisme banyak kehilangan kejenakaannya seperti yang dipamerkannya di Eropa, dan gerakannya seringkali menjadi lebih gelap dan lebih mengimplisitkan kualitas politiknya. Surealisme juga memiiliki pengaruh yang kuat dalam seni Amerika Latin. Tradisi seni lukis surealis muncul secara parallel dengan gerakan sastranya. Salah seorang yang dikenal sebagai pelukis besar surealis adalah seorang Mexico, Frida Kahlo, yang karya-karyanya acapkali menciptakan visi yang-menyerupai-mimpi dari tubuh manusia, utamanya dia sendiri. Dalam The Two Fridas, sebagai contoh, ia menghadirkan imaji dari interior tubuh yang diekspose dan dicerminkan. Lukisan Kahlo merupakan keserempakan yang personal dan yang bersifat politik—secara surealis memotret trauma yang dimilikinya sendiri, sebagaimana perpecahan di negri asalinya sendiri.
 
Banyak penyair Amerika Latin mengalami periode-pewriode di mana ia dipengaruhi oleh surealisme secara kuat. Cesar Vallejo, misalnya, buku keduanya dikenal sebagai buku surealis terbaik yang pernah ada, bergerak menuju dari sesuatu yang lebih bersifat lirik, sampai pada gaya yang diperlihatkannya di bukunya yang kemudian. Olga Orozo, sebagai seorang penerjemah Breton, Paul Eluard, dan para surealis Perancis lainnya, begitu kuat dipengaruhi oleh puisi-puisi avant-garde kaum Parisian. Karya-karyanya memiliki sesuatu yang misterius, mengandung kadar keserupaan-pada-mimpi, sebagaimana dalam kesejajaran dari “Realitas dan Hasrat”. Politik represif Argentina yang berlangsung dari tahun 1950an sampai dengan tahun 1980an mungkin mempengaruhi gaya karyanya, sebagaimana cara Dadaisme muncul di Eropa pada awal abad dua puluh, sebagai respon kepada kekerasan. Menurut Octavio Paz, banyak penyair, seperti dirinya sendiri dan Pablo Neruda, mengadopsi proses kreatif kaum surealis, dan pengembangan kreativitas mereka acapkali serupa dengan gerakan surealis, meskipun karya-karya mereka tidak begitu saja serupa dengan “surealis”.
***

Keterangan: Tulisan ini diterjemahkan oleh Indra Tjahyadi dari Surrealism in Latin American Poetry, dalam X.J. Kennedy and Dana Gioia (eds.), Literature: An Introduction to Fiction, Poetry and Drama (New York: Longman, 2005), hlm. 703-704. http://sastra-indonesia.com/2014/07/surealisme-dalam-perpuisian-amerika-latin/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aang Fatihul Islam Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Adam Roberts Adelbert von Chamisso Adreas Anggit W. Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus R. Sarjono Ahmad Farid Yahya Ahmad Yulden Erwin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Albert Camus Albrecht Goes Alexander Pushkin Alit S. Rini Amien Kamil Amy Lowell Andra Nur Oktaviani André Chénier Andy Warhol Angela Angela Dewi Angrok Anindita S. Thayf Anton Bruckner Anton Kurnia Anwar Holid Arif Saifudin Yudistira Arthur Rimbaud Arti Bumi Intaran AS Laksana Asep Sambodja Awalludin GD Mualif Axel Grube Bambang Kariyawan Ys Basoeki Abdullah Beethoven Ben Okri Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Berto Tukan BI Purwantari Birgit Lattenkamp Blaise Cendrars Book Cover Brunel University London Budi Darma Buku Kritik Sastra C.C. Berg Candra Kurnia Cecep Syamsul Hari Chairil Anwar Chamim Kohari Charles Baudelaire Claude Debussy Cristina Lambert D. Zawawi Imron Damhuri Muhammad Dana Gioia Daniel Paranamesa Dante Alighieri Dante Gabriel Rossetti (1828-1882) Dareen Tatour Darju Prasetya Darwin Dea Anugrah Denny Mizhar Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Dwi Cipta Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Edgar Allan Poe Eka Budianta Eka Kurniawan Emha Ainun Nadjib Emily Dickinson Enda Menzies Endorsement Ernest Hemingway Erwin Setia Essay Evan Ys Fahmi Faqih Fatah Anshori Fazabinal Alim Feby Indirani François Villon François-Marie Arouet (Voltaire) Frankfurt Book Fair 2015 Franz Kafka Franz Schubert Franz Wisner Frederick Delius Friedrich Nietzsche Friedrich Schiller Fritz Senn FX Rudy Gunawan G. J. Resink Gabriel García Márquez Gabriela Mistral Gerson Poyk Goenawan Mohamad Goethe Hamid Dabashi Hardi Hamzah Hasan Junus Hazrat Inayat Khan Henri de Régnier Henry Lawson Hera Khaerani Hermann Hesse Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ignas Kleden Igor Stravinsky Imam Nawawi Indra Tjahyadi Inspiring Writer Interview Iskandar Noe Jakob Sumardjo Jalaluddin Rumi James Joyce Jean-Paul Sartre Jiero Cafe Johann Sebastian Bach Johannes Brahms John H. McGlynn John Keats José de Espronceda Jostein Gaarder Kamran Dikarma Katrin Bandel Khalil Gibran (1883-1931) Koesoema Affandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Koskow Kulya in the Niche of Philosophjy Laksmi Pamuntjak Laksmi Shitaresmi Lathifa Akmaliyah Laurencius Simanjuntak Leila S Chudori Leo Tolstoy Lontar Foundation Lorca Lord Byron Ludwig Tieck Luís Vaz de Camões Lutfi Mardiansyah Luthfi Assyaukanie M. Yoesoef M.S. Arifin Mahmoud Darwish Mahmud Ali Jauhari Mahmudi Maman S. Mahayana Marco Polo Martin Aleida Mathori A Elwa Max Dauthendey Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Michael Kumpfmüller Michelangelo Milan Djordjevic Minamoto Yorimasa Modest Petrovich Mussorgsky Mozart Mpu Gandring Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulla Shadra Nenden Lilis A Nikmah Sarjono Nikolai Andreyevich Rimsky-Korsakov Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Notes Novel Pekik Nunung Deni Puspitasari Nurel Javissyarqi Octavio Paz Orasi Budaya Orhan Pamuk Pablo Neruda Panos Ioannides Patricia Pawestri Paul Valéry Paul van Ostaijen PDS H.B. Jassin Penerbit SastraSewu Percy Bysshe Shelley Pierre de Ronsard Poems Poetry Pramoedya Ananta Toer Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Setia Pyotr Ilyich Tchaikovsky R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873) Rabindranath Tagore Radhar Panca Dahana Rainer Maria Rilke Rakai Lukman Rama Dira J Rambuana Read Ravel Rengga AP Resensi reviewer RF. Dhonna Richard Strauss Richard Wagner Ridha al Qadri Robert Desnos Robert Marcuse Ronny Agustinus Rosalía de Castro Ruth Martin S. Gunawan Sabine Müller Samsul Anam Santa Teresa Sapardi Djoko Damono Sara Teasdale Sasti Gotama Saut Situmorang Schreibinsel Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Short Story Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Solo Exhibition Rengga AP Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Stefan Zweig Stefanus P. Elu Subagio Sastrowardoyo Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri T.S. Eliot Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Thales The World Readers Award Tito Sianipar Tiya Hapitiawati To Take Delight Toeti Heraty Tunggul Ametung Ulysses Umar Junus Unknown Poet From Yugoslavia Usman Arrumy Utami Widowati Vladimir Nabokov W.S. Rendra Walter Savage Landor (1775-1864) Watercolour Paint Wawan Eko Yulianto Wawan Pinhole Welly Kuswanto Wildani Hefni William Blake William Butler Yeats Wizna Hidayati Umam World Letters X.J. Kennedy Yasraf Amir Piliang Yasunari Kawabata Yogas Ardiansyah Yona Primadesi Yuja Wang Yukio Mishima Z. Afif Zadie Smith Zeynita Gibbons