Reporter : Laurencius Simanjuntak
Merdeka.com 7 Juli 2015
Kritik sejumlah wartawan bahwa ada persekongkolan
memunculkan nama Laksmi Pamuntjak sebagai “bintang utama” Frankfurt Book Fair
(FBF) 2015 berbuntut panjang. Saling serang pun tak bisa terhindarkan.
Adalah Luthfi Assyaukanie, yang memantik emosi para
sastrawan yang mengkritik. Cendekiawan yang ikut menjadi bagian Komite Nasional
FBF di bawah komando Goenawan Mohamad ini menyebut para sastrawan pengkritik
sebagai sastrawan medioker.
“Sulit menghilangkan kesan bahwa beberapa sastrawan yang
mengkritik keras penyelenggaraan Frankfurt Book Fair sedang meratapi
kemalangannya sebagai sastrawan medioker yang kalah bersaing dalam dunia kreatif,”
kata Luthfi lewat akun Facebook-nya, dua pekan lalu.
“Sastrawan yang waras dan berpikiran positif tak akan
berperilaku seperti itu, menjatuhkan rekannya sendiri di depan publik,” tulis
Luthfi yang dikenal dekat dengan GM dan Salihara, komunitas asuhan sang
budayawan.
Menurut Luthfi, sesungguhnya mereka sedang merendahkan
diri mereka sendiri dan memperlihatkan karakter gelap dari dirinya.
“Kesusastraan adalah dunia keagungan dalam berbahasa dan
bertutur-kata. Jika dalam hal ini saja mereka gagal, saya ragu mereka layak
disebut sastrawan,” kata Luthfi yang banyak mengisi diskusi dengan tema Islam
dan demokrasi di Jerman sebelum penyelenggaraan FBF Oktober mendatang.
Tampaknya postingan Luthfi ini diketahui oleh AS Laksana.
Meski dalam kritiknya Luthfi tidak menyebut nama, Sulak -sapaan akrab Laksana-
merasa tulisan itu ditujukan untuk dirinya. Sebab, bersama penulis Linda
Christanty, Sulak memang yang paling awal mengkritik dan mencurigai adanya
skenario memunculkan nama Laksmi lewat tema 1965.
Bagi Sulak, postingan Luthfi adalah, “respons kalap yang
mengabaikan risiko dari apa yang ia ucapkan sendiri.”
Sulak mengakui yang mengkritik keras penyelenggaraan FBF adalah
dia dan Linda. Namun, Sulak mengatakan mereka berdua juga dihubungi lewat
telepon oleh panitia dan diberi tahu bahwa akan diberangkatkan ke Frankfurt.
“Dan diberi tahu akan mengisi beberapa forum di sana.
Selain itu, kami juga boleh membuat acara sendiri,” kata Sulak juga lewat
postingan di Facebook-nya pada 1 Juli lalu.
Atas sebutan medioker oleh Luthfi itu, kata Sulak, dia
sebenarnya bisa menggugat panitia atas tindakan ceroboh mereka memilih dan
menyiapkan forum di Frankfurt kepada para sastrawan yang mutunya pas-pasan dan
kalah bersaing dalam dunia kreatif.
“Itu tindakan yang mempermalukan negara,” pungkas Sulak
yang menjadi Tokoh Sastra Pilihan Tempo 2013 ini. [ren]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar