Peresensi: Sigit Susanto
Judul: Amerika
Penulis: Franz Kafka
Penerbit: Fischer Bucherei, 1956
Tebal: 232 halaman
Di kalangan pembaca Jerman, karya Kafka digolongkan karya
berat. Mereka kadang menyebut karya Hesse atau Böll dianggap lebih ringan. Gaya
bahasa Kafka sering disejajarkan dengan penyair klasik Jerman, Heinrich von
Kleist.
Pada bacaan novel ini aku temukan sebuah teknik paralel
penulisan antara novel: Proses dan Amerika. Pertama, Kafka menulis kedua novel
di atas dengan membagi per bab. Kedua, kata ungkapan Kafka masih sama seperti
pada Proses, suka menyebut kata benda seperti, lilin, topi, mantel. Kata benda
itu begitu sering disebut di kedua novel yang berbeda. Tak hanya itu, dia
sering sebut kata sifat, misalnya, gelap, lelah, payah, marah, dan malu. Nuansa
yang dibangun sering mencekam dan benar-benar membuat pembaca berpikir dalam.
Beberapa peristiwa terjadi secara kebetulan, baik di Proses maupun Amerika. Ada
dua cerpennya yang dimasukkan ke dalam dua novel. Selain itu terdapat pembacaan
sebuah surat. Sedang para tokohnya berasal dari kelas menengah ke kelas atas.
Misal:
1. Peristiwa kebetulan dalam novel Amerika
Karl Rossmann, (sang tokoh utama) adalah pemuda Jerman
setamat SMA pergi ke Amerika naik kapal tenaga panas kayu bakar. Zaman Kafka
dulu mungkin masih tradisional. Kayak kapal Titanic dengan tenaga kayu bakar.
Pada kapal itu secara kebetulan, dia bertemu tokoh bernama Jakob, seorang
senator kaya dari New York yang ternyata adalah pamannya. Rosmann langsung
tinggal di pamannya. Dia kursus bahasa Inggris, belajar orgen, belajar naik
kuda ala orang kaya. Di sini lah letak peristiwa kebetulan bertemunya antara
keponakan dan paman sangat mencolok sekali.
2. Pembacaan surat
Dalam Proses dan Amerika, ada sebuah surat yang dibaca
keras oleh salah satu tokoh. Model sisipan surat dalam novel ini ada juga pada
karya Flaubert (Madame Bovary dan Education Sentimentale). Tapi aku menilai,
tehnik Kafka menampilkan surat di novel lebih cerdik ketimbang Flaubert. Pada
Proses, tokoh paman benar-benar berteater dengan membacakan isi surat kepada
Josef K. Surat benar-benar dibaca secara peragaan ini yang jarang terjadi.
3.Cerpen masuk novel
Pada Proses ada cerpen Kafka berjudul: Di Depan Hukum
(Vor dem Gesetz), masuk bab:7. Pada Amerika, ada cerpen Kafka berjudul Tukang
Pemanas/Bakar Kayu (Der Heizer) untuk tenaga kapal, juga masuk pada Amerika
bab: 1.
4.Tokoh kelas menengah atas
Ketika aku mengelilingi rumah-rumah Kafka di Praha tahun
2002 dulu, aku belum baca dua novel ini. Saat itu terbersit di pikiran,
“Bagaimana Kafka menuliskan sang tokoh, kalau dia hidup dengan fasilitas mewah
begini. Sedang Hermann Kafka, ayahnya punya banyak toko dan gedung megah,
kecuali adiknya perempuan Ottla, memang rumahnya agak kecil. Nah...setelah baca
dua novel ini, aku tahu tokoh Josef. K dalam Proses sebagai pejabat tinggi di
bank dan tokoh Karl Rossmann pada Amerika, sebagai anak muda yang pamannya
seorang senator kaya.
Salah satu adegan dahsyat dalam novel Amerika ini,
menurutku ketika suatu hari Karl Rossmann ingin bertamu ke rumah Mr. Pollunder,
kawan paman Jakob. Di tengah malam bertamu dan disambut oleh Klara, anak
perempuan Mr. Pollunder. Klara menarik-narik Karl untuk diajak masuk ke
kamarnya bermain orgen. Tapi Karl ragu-ragu dan malu-malu, bahkan terjadi
cekcok dari hal sepele. Akhirnya cewek tersebut ngambek di dalam kamar, tapi
pintunya tak ditutup, masih mengharap Karl bisa masuk. Eh...si Karl bukan
masuk, malah lebih asyik ngobrol di dapur dengan pembantu. Karl ngotot akan
kembali ke rumah pamannya.
Datanglah Mr. Green, sahabat Mr. Pollunder dan paman
Jakob. Mereka ngobrol tentang bisnis. mendekati pukul 24.00 ketika Karl
bersitegang akan kembali ke paman Jakob, tengah malam itu Karl terpaksa masuk
kamar Klara. Eh... di situ disuruh main orgen, tengah malam. Karl main orgen
dengan ritme lagu militer. Karl agak kaget, ternyata Klara sudah kawin dan di
kasur sebelah tergeletak Mr. Mack, guru Karl naik kuda.
Tiba-tiba Mr. Green menyodorkan surat dari paman Jakob.
Nah...Karl membacanya dan isinya, kalau paman Jakob mempersilakan Karl pergi
untuk selamanya dan tak perlu kembali lagi. Isi surat yang tiba-tiba bernada
mengusir ini, yang menurutku dahsyat. dan Karl hanya dibekali tiket kereta api
kelas 3 oleh Mr. Green. Akhirnya Karl hidup menggelandang di New York.
Satu hal yang perlu dicatat, banyak penulis mengambil
latar cerita dari kota/negeri asing. meskipun penulisnya tak pernah ke situ.
Seperti Kafka ini tak pernah ke New York. Dia hanya memfantasikan Amerika.
Kafka tentu belajar sedikit geografi kota New York dan karakter orang Amerika,
baik kultur maupun tempat-tempat. Kafka rasanya dalam novel ini, tdk banyak
mengekpos tempat, agar tampak gamblang latar Amerikanya. Namun dia menuliskan
karakter orang Amerika dan nuansanya cukup piawai. Contoh lain penulis besar
yang tidak pernah mengunjungi objek yang ditulis adalah Bertolt Brecht. Dia
juga belum pernah ke Surabaya, tapi dia nulis lagu Surabaya Johny. Dan masih
banyak contoh lain. Dari sini bisa diambil pelajaran, ternyata menuliskan latar
kota/negara asing, tak harus nama jalan atau kota dipaparkan lebih detil, tapi
karakter manusia dan nuansa sudah bisa mewakili.
Ada catatan akhir, jelang tamatnya novel ini. Tokoh
protagonis Karl Rossman, setelah hengkang dari rumah Klara, hidup di jalanan
dengan dua orang kenalan baru; Robinson asal Irlandia dan Delamarche dari
Perancis. Keduanya hidup menggelandang tidur di taman-taman.
Suatu pagi tas milik Karl Rossmann terbuka dan foto milik
orang tuanya hilang. Ketiga anak muda cekcok dan berpisah. Di sini aku tidak habis
pikir, begitu pentingkah sebuah foto orang tua? Sehingga Karl tega meninggalkan
kawan-kawannya. Berdasar pengalamanku pribadi bergaul dengan kawan-kawan barat,
ternyata kawan-kawan dari kultur Balkan, Eropa Timur, sering mengantongi foto
keluarga di dompet mereka. Pada kesempatan yang memungkinkan foto-foto itu
ditunjukkan ke aku. Tradisi ini tidak pernah kujumpai pada kawan-kawan di Eropa
barat, khususnya Jerman dan Swiss.
Dalam proses penggelandangannya itu, Karl diterima di
sebuah hotel Occidental. Pimpinan tukang masaknya seorang perempuan menawari
kerja Karl. Dan Karl kerjanya unik sebagai tukang menekan tombol membukakan
lift tamu-tamu hotel. Memang kenyataannya begitu di hotel-hotel besar, kadang
ada petugas yang kerjanya hanya berdiri di depan lift untuk memencet tombol dan
membantu mengantar tamu ke kamar hotel.
Karl disayang oleh ibu pimpinan masak di hotel itu.
Lagi-lagi Kafka membuat cerita berunsur kebetulan. Ibu itu berasal dari Wina,
Austria dan mengaku pernah tinggal di Praha, tempat asal Karl (juga sebenarnya
asal Kafka sendiri). Dan anehnya ibu itu mengaku pernah tinggal setengah tahun
di Praha, tepat di Gang Golden. Untungnya....saat aku ke Praha dulu, sempat
tengok ke Gang Golden, ternyata di situ rumah Ottla, adik perempuan Kafka. Dari
sumber lain disebutkan memang Kafka suka rumah kecil itu dan sering tinggal di
rumah adiknya itu berlama-lama. Bagi pembaca yang belum baca biografi Kafka
atau belum tahu alamat adik Kafka di Gang Golden, tentu tak menyadari, kalau
alamat itu merupakan faktor kebetulan yang disengaja Kafka. Barangkali Kafka
ingin mengabadikan bekas tempat tinggal yang disukai. Kasus ini mirip Gabriel
Garcia Marquez mengabadikan desa Macondo dalam Seratus Tahun Kesunyian.
Kafka memang suka simbol. Nama Karl Rossmann, bisa
disimbolkan namanya sendiri K dengan Kafka. Di hotel itu ada cewek sebayanya
bernama Therese. Karl suka bersahabat dengan cewek itu. Namun selalu saja ada
batas, rintangan dan jarak yang penuh teka-teki. Ketidak mampuan tokoh utama
menjalin hubungan dengan perempuan juga digambarkan lebih kental pada novel
Proses, dimana tokoh Josef. K juga gagal menjalin hubungan dengan tiga cewek.
Pada novel ini Therese, digambarkan sebagai gadis pemalu.
Lalu problem menimpa Karl. Dia dipecat oleh pimpinan
bagian porter, alasannya sungguh sepele. dia meninggalkan lift sebentar
ditambah problem, dia tak menyapa pimpinan porter. Karl dipecat dengan ramuan
dialog alot penuh nilai kemanusiaan yang rumit. Kemudian Karl hidup sebagai
pembantu di rumah penyanyi bernama Brunelda, pacar Delamarche. Sebelum di sini
Karl sempat dikejar-kejar polisi kota serta lari, akhirnya bersembunyi.
Terakhir Karl melamar sebagai petugas di teater Oklahoma.
Pada suasana seperti ini ditaburi banyak adegan dialog
konyol dan tak masuk akal. Misalkan: Polisi saat akan menangkap Karl, Karl
mengaku tak punya surat identitas diri. Ketika Karl akan melamar di teater
Oklahoma, yang dicari pegawai lulusan insinyur. Untuk mengelabuhi permintaan di
lowongan kerja tersebut, Karl mengaku, “Ya aku insinyur.“ Setelah ditanya, “Kok
insinyur masih muda sekali” (ca.20 tahunan). Dia bilang, “Baru akan jadi
insinyur.” Apa tidak konyol?
Max Brod yang menulis kata pengantar akhir novel ini
mengatakan, “Memang tak ditemui kronologi cerita, seperti 2 novelnya yang lain Proses
dan Kastel.”
Kesanku secara keseluruhan, kekuatan Kafka tetap pada
struktur kalimat yang banyak teka-teki dan keraguan, ketakutan, kegelapan dan
serba lemah, tanpa perlawanan frontal. Pemilihan kata yang berkadar kebimbangan
itu sering membentuk metafor yang kuat.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar