Sabtu, 14 Agustus 2021

Belajar dari Perjalanan

Utami Widowati
korantempo.com
 
Kisah tentang retaknya persaudaraan yang dipertautkan kembali oleh sebuah pengembaraan.
Honeymoon with My Brother
Pengarang: Franz Wisner
Penerbit: Serambi, Desember 2008
Tebal: 485 halaman
 
Dua lelaki bersaudara, secara tradisional dan universal, tampaknya tak bakal bisa kompak 100 persen. Ada saat ketika mereka akan berpisah jalan dan memilih lingkungan pergaulan sendiri-sendiri. Saat itulah yang biasanya dimulai di usia remaja, ketika mereka mulai merasa terasing satu sama lain.
 
Franz dan Kurt Wisner merasakannya. Kakak-beradik yang berbeda usia dua tahun ini bak Kutub Utara dan Selatan ketika Franz, sang kakak, berusaha menjauh dari adiknya jika ingin diterima oleh lingkungan anak-anak remaja keren.
 
Titik balik hubungan keduanya terjadi saat menjelang pernikahan Franz. Sepekan sebelum pernikahan, Annie, tunangan Franz selama 10 tahun, mencampakkannya. Padahal undangan sudah tersebar dan sebagian besar biaya perayaan serta bulan madu sudah dibayar.
 
Kekuatan persaudaraan dan pertemanan diuji pada saat genting seperti ini. Franz punya dua pilihan, membatalkan semua rencana pestanya atau tetap berpesta tanpa mempelai wanita. Dikompori oleh adik dan teman-temannya, Franz memilih alternatif kedua dan berpesta gila-gilaan.
 
Tapi penderitaan belum selesai. Sepekan kemudian Franz mendapat hantaman lagi: di kantornya. Jabatannya diturunkan, meski tetap mendapat bonus tahunan yang sangat besar.
 
Buat pembaca perempuan, kisah ini membuktikan satu hal: pria hetero yang tangguh di dunia karier sekalipun bisa termehek-mehek ketika sendirian merutuki nasib. Juga bahwa ketika tertimpa musibah, kesedihan berlipat justru hadir ketika tak ada lagi teman yang menepuk punggung memberi dukungan dan selesainya pesta-pesta pengusir duka.
 
Beruntung, Franz punya Kurt, yang sikapnya tak pedulian. Sayangnya, tak terlalu banyak digali bagaimana mungkin dua lelaki bersaudara yang sudah menjadi dua orang asing tiba-tiba sepakat untuk jalan bersama. Kurt sepertinya tak membuat banyak pertimbangan ketika setuju pada rencana Franz berkeliling dunia.
 
Mereka merencanakan perjalanan keliling dunia begitu saja. Mereka memutuskan berhenti bekerja, menjual rumah, menyumbangkan pakaian dan perabot mereka, membuang ponsel dan menghancurkan penyeranta dengan palu. Lalu bertualang yang diawali dengan memanfaatkan paket bulan madu yang telanjur dibayar.
 
Franz berangkat dengan kekhawatiran mereka akan berakhir saling mencekik dalam perjalanan. Franz sering khawatir atas Kurt, yang selalu percaya pemecahan masalah selalu ada di detik-detik terakhir yang menegangkan.
 
Pemanasan dilakukan dengan mengunjungi teman di Rusia dan Praha. Selanjutnya, mereka bertualang selama empat tahun. Bolak-balik ke Amerika dan 60 negara, termasuk Indonesia. Padahal, dalam dunia backpacker, pergi hingga lima tahun berturut-turut sama dengan sudah waktunya memeriksakan otak ke psikiater.
 
Juga berbagai pesan bagi calon pengembara. Misalnya, buku Lonely Planet boleh jadi panduan tapi bukan buku suci. Bisa saja Anda mendatangi suatu tempat yang disebut di buku wisata sedang populer, ternyata pada saat Anda mendatanginya tempat itu sudah ketinggalan zaman.
 
Mereka mencoba menikmati hidup baru, mulai di Amerika Latin, Eropa Timur, Timur Tengah, Afrika, Australia, hingga Asia Tenggara. Setiap petualangan baru membawa mereka ke tempat yang lebih unik dan menarik, diwarnai kisah seru yang mereka alami.
 
Bertanya pada orang setempat, meski dengan bahasa tarzan, biasanya lebih menyenangkan dan kadang akurat. Dari orang-orang yang berpapasan di jalan Franz banyak belajar tentang makna hidup.
 
Bergabung dengan kaum backpacker juga menarik. Meski Franz tak bisa tidak mengkritik kaum ini, yang seolah menjadi duta tak resmi bangsa kulit putih yang melancong ke negeri asing. Mengagumi kekompakan dan keberanian mereka tapi juga ngeri pada cara hidup yang terlalu menyerahkan diri pada nasib di perjalanan.
 
Banyak petualangan aneh yang dicatat Franz dengan cukup terperinci, dari disangka pasangan gay, hingga terpaksa kabur dari perempuan di Praha, Trinidad, sampai Vietnam. Lalu dijebak menikahi gadis setempat hingga dicopet banci yang beroperasi di jalan. Mereka juga berhasil mengumpulkan sepuluh cara gila tapi efektif menangani pedagang asongan setempat.
 
Sayang, seperti pelancong mancanegara lainnya, mereka hanya menuju Bali saat di Indonesia. Sedikit cerita tentang Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan Pulau Komodo, serta kacaunya pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Atau gagalnya rencana menjadi ahli sabung ayam ala Bali karena muntah-muntah saat salah satu ayam mati terpenggal. Semua disajikan dengan gaya bertutur yang menggelitik.
 
Di beberapa bagian, alur yang berulang dengan menceritakan petualangan yang sama lewat surat kepada sosok LaRue agak mengganggu. Atau kisah sakitnya Annie yang tak terlalu relevan dengan keseluruhan cerita. Sementara itu, kesadaran Franz akan cintanya pada Annie saat bertemu dengan banyak wanita cantik di dunia yang penuh petualangan hampir membuat tergelincir menjadi cerita yang cengeng.
 
Secara keseluruhan, membaca buku ini mengulik hasrat untuk bertualang. Minimal menjadi LaRue dan teman-temannya di rumah pensiun Eskaton, yang selalu bergairah mendengar petualangan Wisner bersaudara. Atau mengingatkan kembali bahwa beberapa ikatan persaudaraan dalam keluarga yang hilang tak berarti putus. Hanya perlu waktu dan kesempatan bersama untuk menemukannya kembali.
***

http://sastra-indonesia.com/2009/03/belajar-dari-perjalanan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aang Fatihul Islam Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Adam Roberts Adelbert von Chamisso Adreas Anggit W. Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus R. Sarjono Ahmad Farid Yahya Ahmad Yulden Erwin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Albert Camus Albrecht Goes Alexander Pushkin Alit S. Rini Amien Kamil Amy Lowell Andra Nur Oktaviani André Chénier Andy Warhol Angela Angela Dewi Angrok Anindita S. Thayf Anton Bruckner Anton Kurnia Anwar Holid Arif Saifudin Yudistira Arthur Rimbaud Arti Bumi Intaran AS Laksana Asep Sambodja Awalludin GD Mualif Axel Grube Bambang Kariyawan Ys Basoeki Abdullah Beethoven Ben Okri Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Berto Tukan BI Purwantari Birgit Lattenkamp Blaise Cendrars Book Cover Brunel University London Budi Darma Buku Kritik Sastra C.C. Berg Candra Kurnia Cecep Syamsul Hari Chairil Anwar Chamim Kohari Charles Baudelaire Claude Debussy Cristina Lambert D. Zawawi Imron Damhuri Muhammad Dana Gioia Daniel Paranamesa Dante Alighieri Dante Gabriel Rossetti (1828-1882) Dareen Tatour Darju Prasetya Darwin Dea Anugrah Denny Mizhar Diponegoro Djoko Pitono Djoko Saryono Dwi Cipta Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Edgar Allan Poe Eka Budianta Eka Kurniawan Emha Ainun Nadjib Emily Dickinson Enda Menzies Endorsement Ernest Hemingway Erwin Setia Essay Evan Ys Fahmi Faqih Fatah Anshori Fazabinal Alim Feby Indirani François Villon François-Marie Arouet (Voltaire) Frankfurt Book Fair 2015 Franz Kafka Franz Schubert Franz Wisner Frederick Delius Friedrich Nietzsche Friedrich Schiller Fritz Senn FX Rudy Gunawan G. J. Resink Gabriel García Márquez Gabriela Mistral Gerson Poyk Goenawan Mohamad Goethe Hamid Dabashi Hardi Hamzah Hasan Junus Hazrat Inayat Khan Henri de Régnier Henry Lawson Hera Khaerani Hermann Hesse Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ignas Kleden Igor Stravinsky Imam Nawawi Indra Tjahyadi Inspiring Writer Interview Iskandar Noe Jakob Sumardjo Jalaluddin Rumi James Joyce Jean-Paul Sartre Jiero Cafe Johann Sebastian Bach Johannes Brahms John H. McGlynn John Keats José de Espronceda Jostein Gaarder Kamran Dikarma Katrin Bandel Khalil Gibran (1883-1931) Koesoema Affandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Koskow Kulya in the Niche of Philosophjy Laksmi Pamuntjak Laksmi Shitaresmi Lathifa Akmaliyah Laurencius Simanjuntak Leila S Chudori Leo Tolstoy Lontar Foundation Lorca Lord Byron Ludwig Tieck Luís Vaz de Camões Lutfi Mardiansyah Luthfi Assyaukanie M. Yoesoef M.S. Arifin Mahmoud Darwish Mahmud Ali Jauhari Mahmudi Maman S. Mahayana Marco Polo Martin Aleida Mathori A Elwa Max Dauthendey Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Michael Kumpfmüller Michelangelo Milan Djordjevic Minamoto Yorimasa Modest Petrovich Mussorgsky Mozart Mpu Gandring Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulla Shadra Nenden Lilis A Nikmah Sarjono Nikolai Andreyevich Rimsky-Korsakov Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Notes Novel Pekik Nunung Deni Puspitasari Nurel Javissyarqi Octavio Paz Orasi Budaya Orhan Pamuk Pablo Neruda Panos Ioannides Patricia Pawestri Paul Valéry Paul van Ostaijen PDS H.B. Jassin Penerbit SastraSewu Percy Bysshe Shelley Pierre de Ronsard Poems Poetry Pramoedya Ananta Toer Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Setia Pyotr Ilyich Tchaikovsky R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873) Rabindranath Tagore Radhar Panca Dahana Rainer Maria Rilke Rakai Lukman Rama Dira J Rambuana Read Ravel Rengga AP Resensi reviewer RF. Dhonna Richard Strauss Richard Wagner Ridha al Qadri Robert Desnos Robert Marcuse Ronny Agustinus Rosalía de Castro Ruth Martin S. Gunawan Sabine Müller Samsul Anam Santa Teresa Sapardi Djoko Damono Sara Teasdale Sasti Gotama Saut Situmorang Schreibinsel Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Short Story Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Solo Exhibition Rengga AP Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Stefan Zweig Stefanus P. Elu Subagio Sastrowardoyo Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri T.S. Eliot Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Thales The World Readers Award Tito Sianipar Tiya Hapitiawati To Take Delight Toeti Heraty Tunggul Ametung Ulysses Umar Junus Unknown Poet From Yugoslavia Usman Arrumy Utami Widowati Vladimir Nabokov W.S. Rendra Walter Savage Landor (1775-1864) Watercolour Paint Wawan Eko Yulianto Wawan Pinhole Welly Kuswanto Wildani Hefni William Blake William Butler Yeats Wizna Hidayati Umam World Letters X.J. Kennedy Yasraf Amir Piliang Yasunari Kawabata Yogas Ardiansyah Yona Primadesi Yuja Wang Yukio Mishima Z. Afif Zadie Smith Zeynita Gibbons